KARENA DIA, KEUANGAN DAN PENAMPILANKU BERUBAH

Sabtu, 15 Februari 2020 M - 11 Jumadil Akhir 1441 H
Penulis: Fitra Yadi

Ilustrasi - Photo: news.detik.com
Aku tidak punya pakaian yang layak untuk keseharian di rumah, sepulang dari pondok aku sering memakai baju kaos tipis, pakai sarung dan berkopiah seumpama orang surau saja. Kadang aku pakai baju koko atau baju kemeja panjang celana dongker seragam pondok, kata orang aku mirip Inyiak-inyiak (kakek) tua. Namun sejak bertemu Nilam penampilanku berubah, baik dari segi pakaian maupun cara berbicara.

Aku masih dalam masa penyesuaian di Ponpes MTI Canduang, baru beberapa bulan mondok, banyak prilaku khas dari kampung yang masih aku bawa, dari segi berpakaian maupun cara berbicara. Awalnya aku nyaman-nyaman saja, namun kemudian ketika bertemu dengan Nilam aku merasa harus memperbaiki semuanya.

23 tahun yang lalu, Ahad malam tanggal 10 Agustus 1997 M bertepatan dengan 6 Rabi'ul Akhir 1418 H, bakda 'Isya aku ke rumah pak Bambang di Air Tabik Baso, hari kamis yang lalu istrinya memintaku untuk datang ke rumah mereka.

Pertama aku ketuk pintu, keluar anak gadisnya, aku dipersilahkan masuk. Bapak dan ibu sudah di meja makan, aku diajak serta makan malam bersama mereka.

Sudah satu setengah jam kami mengobrol, namun aku tidak juga tahu apa maksud pak Bambang dan istrinya minta aku kerumahnya. Dari awal tadi kita hanya berkenalan saja, aku menceritakan tentang diriku, keluargaku, sekolahku sampai kesulitan aku mencari biaya sekolah. Merekapun begitu juga, menceritakan keluarga mereka, usaha dan anak-anaknya.

Kemudian aku tahu anak gadisnya bernama Nilam, putri bungsu dari 4 bersaudara, ia baru kelas dua di SMP Simpang Canduang dan aku ketika itu juga baru duduk di kelas 3 MTI Canduang setara dengan kelas 2 Madrasah Tsanawiyah. Kami punya banyak bahan cerita, tentang mata pelajaran kami yang sama.

Nilam berambut pendek sebahu, ia ceria orangnya, mudah bergaul, aku sering dicandain sampai gerogi tersipu malu. Sambil ngobrol dengan pak Bambang dan Istrinya aku mematut-matut diri sendiri, pakaianku dan cara bicaraku yang mesti aku perbaiki, sungguh tidak layak sekali. Malam itu, aku jatuh cinta, cinta dengan keluarga mereka dan juga ada rasa dengan Nilam, aku ingin menampilkan yang terbaik kepada mereka.

"Nilam.. sudah pukul setengah sepuluh, besok Senin kan, kamu sekolah, cepat tidur sana." kata pak Bambang mengingatkan.

"Begini nak, kami sudah paham tentang dirimu" kata pak Bambang kepadaku. Hari Kamis yang lalu anak kami si Boy telah bicara kepada bapak, ia minta tolong bapak untuk mencarikan pekerjaan untuk membantu biaya sekolahmu. Kalau kamu setuju, besok pagi bawalah gerobak ini ke pasar Baso, pakailah untuk mencari uang.
"Insyaallah pak, saya mau, terimakasih banyak atas bantuan bapak" jawabku.
"Sebelumnya tolong bawakan dulu dagangan ibu ke pasar, setelah itu bawalah gerobak itu mencari uang, nanti pukul sembilan pagi tolong antar lagi dagangan ibu pulang ke rumah" sambung pak Bambang. "Baiklah pak," jawabku menyanggupi. Bagiku tidak masalah karena jam belajarku di Pondok hanya sore hari.

Istrinya jualan kacang tanah setiap hari pasarnya, ia beli kacang dari petani, lalu dibersihkan dan dijual kembali. Sedangkan pak Bambang punya usaha Barber, memangkas rambut setiap harinya di Pasar Baso.

Tahun 1997 itu santri Ponpes MTI Canduang sangatlah banyaknya, sehingga lokal belajar tidak cukup, proses belajar dibagi dua, Shift pagi masuk pukul 07.30 dan pulang pukul 12.30 Wib. dan aku dapat Shift siang, masuk pukul 13.00 Wib. dan pulang pukul 17.00 Wib. sore.

Pak Bambang menawarkan kepadaku untuk nginap saja di rumahnya, subuh besok aku kan mau bantu ibu juga mengantar dagangannya ke pasar. Namun aku tidak mau, aku memilih balik saja ke kosan, biasanya subuh aku bangunnya kan cepat, tidak masalah.

Ini bukan pertama kalinya aku bekerja mencari uang, dulu sewaktu masih sekolah di Tsanawiyah aku sudah berlatih juga mencari uang bekerja sebagai tukang ambil kelapa, alhamdulillah semuanya dipermudah Allah, banyak pedagang yang simpati kepadaku kemudian memanfaatkan jasaku menggerobakkan barangnya di dalam pasar Baso. Aku berkuli setiap hari pasar di Baso, dua kali dalam sepekan, yaitu hari Senin dan Kamis.

Setiap mendapat uang hasil dari menggerobak, pertama yang aku fikirkan adalah membeli pakaian yang layak untuk aku. Berangsur-angsur aku beli pakaian bekas dari baju hingga sepatu. Enak juga rasanya makan dari hasil jerih payah sendiri kawan, he he he he he

Sejak itu aku sering ke rumah Nilam, berharap selalu bisa bertemu dengannya. Adu hai...... aku jatuh cinta kawan... Walaupun aku ada menaruh rasa padanya, namun aku tidak mau mengungkapkannya, biarlah aku mencinta dalam hati saja, kan manfaatnya sudah banyak aku petik, yaitu perubahan yang banyak dalam sikap, bicara dan cara aku berpakaian.

Aku sangat bersyukur, sekarang tidak kekurangan uang lagi, pendapatanku seminggu dari hasil berkuli gerobak di pasar Baso cukup untuk belanjaku sebulan. Lebihnya adalah untuk uang sekolah, membeli baju dan kitab-kitab.

#12
Ditulis oleh: Fitra Yadi, S.PdI
di Sarilamak
Jum'at, 14 Februari 2020 H - 21 Jumadil Akhir 1441 H
Sumber: https://fitrayadi.gurusiana.id/article/2020/2/karena-dia-penampilanku-berubah-5301569

Posting Komentar

0 Komentar