Permohonan maaf dan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada teman-teman, sahabat, masyarakat nagari Maek , panitia MTQ ke-37 Kab. Limapuluh Kota, petugas medis, polisi, BPBD, BASARNAS, Pemerintah dan semua pihak yang telah ikut membantu mengevakuasi menyelamatkan saya hingga pengobatan dan perawatan di rumah sakit.
Inilah kisah dibalik musibah jatuhnya saya di Bukik Posuak Maek pada pagi Ahad tanggal 30 Oktober 2016 itu:
Kira-kira pada tahun 2007 yang lalu saya pernah berkunjung ke nagari Maek menghadiri acara pernikahan seorang teman dari kakak saya di jorong Ampang Godang Dua. Ketika itu rasa penasaran dan ketakjuban saya terhadap nagari Maek tidak terpuaskan oleh sebab terbatasnya waktu. Hanya bukik Tungkua dan Menhir yang di Koto Tinggi saja yang sempat kami kunjungi ketika itu kemudian kembali lagi pulang ke tempat tinggal kami di nagari Canduang, Kabupaten Agam.
Sepulang dari sana, saya banyak menggali informasi mengenai nagari Maek melalui internet. Terpengaruh dengan bacaan-bacaan yang saya temukan ketika berselancar di dunia maya dan ditambah lagi dengan hasil diskusi beberapa bulan yang lalu dengan salah seorang tokoh nagari Maek Efrizal Hendri, SiP, M.sI, Dt. Patiah di studio Radio Total FM Tanjuang Pati dan di kantor DPRD Kabupaten Limapuluh Kota Sarilamak, hal itu membuat saya semakin terpesona ingin kembali berkunjung ke tanah Maek nagari Seribu Menhir itu.
Dulu saya sering melamunkan betapa senangnya jika diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk bisa berkunjung lagi ke Maek. Alhamdulillah keinginan itu dikabulkan melalui pelaksanaan acara MTQ Nasional ke XXXVII tingkat kabupaten Limapuluh Kota yang bertempat di nagari Maek kecamatan Bukit Barisan pada Rabu – Minggu tanggal 26 – 30 Oktober 2016 yang lalu.
Segala upaya saya usahakan bagaimana supaya bisa berangkat ke Maek, dengan dorongan dan bantuan dari PT. Radio Total Media Nusantara beserta kru dan fans Radio sampai juga akhirnya saya di Maek pada pagi Kamis, 27 Oktober 2016 dalam tugas peliputan siaran langsung (Live Report) Musabaqah Tilawatil Qur’an.
Pada subuh Sabtu (29/10) pukul 06.00 Wib. saya berangkat dengan sepeda motor mengunjungi jorong Sopan Tanah, mencari-cari jalan menuju Bukit Posuak. Sebelum Jembatan Padang tumpuak di sebelah kirinya nampak pemondokan kafilah Situjuah. Saya hendak berhenti mau bertanya di sana, namun karena masih subuh remang-remang segan juga mau bertamu ke pemondokan itu. Kemudian perjalanan saya teruskan menaiki jembatan dan berbelok ke kanan. Sesampainya di belakang rumah pak Alisman. SH Padang Tumpuak, saya menemukan jalan buntu dan berputar lagi balik ke belakang. Kepada seorang nenek dekat jembatan saya bertanya kemana jalan arah ke Bukik Posuak. Atas petunjuk beliau saya jalan ke atas terus ke Palansingan.
Pelansingan adalah pemukiman masyarakat di jorong Sopan Tanah yang terdekat ke Bukik Posuak. Di rumah yang penghabisan yang terletak di dalam kebun karet saya agak ragu, disitu ada persimpangan, tampa berfikir lama-lama lalu saya mengambil jalan ke kiri arah ke Lurah Panjang. Di sebidang kebun Gambir di Lurah Panjang saya memarkirkan sepeda motor dan berlari-lari kecil menyusuri jalan setapak terus memacu jalan terus ke atas. Sekitar pukul 07.30 Wib. Saya sampai di dinding batu puncak bukit Lurah Panjang. Karena waktu sudah mepet, jam 9 akan dimulai Final MTQ, maka saya segera turun dengan keringat membanjiri badan. Sesampainya di ladang Gambir tadi, saya bertemu dengan seorang bapak yang kemudian saya diberitahu namanya Eri yang sedang bersiap-siap hendak Mangampo. Dari keterangan beliau saya berkesimpulan bahwa Bukit Posuak berada tepat dibelakang puncak Bukit di atas pondok Kamponya itu.
Kepada saya pak Eri juga ada menanyakan mengapa saya pergi sendiri ke sana tanpa membawa kawan. Saya menjawab bahwa tadinya saya keluar ketika subuh dimana keadaan masih remang-remang. Mengapa keluar dalam keadaan subuh sekali? Saya jawab, saya lari maraton pagi aja pak untuk mengeluarkan keringat mempertahankan stamina selama bertugas. Ada lagi pertanyaan “mengapa harus subuh? Saya jawab “sebabnya kalau siang hari saya tidak punya waktu lagi disebabkan kesibukan meliput dan menyiarkan kegiatan MTQ. Mungkin ada juga yang akan bertanya, mengapa begitu pentingnya Bukit Posuak? Jawab saya adalah “ belum lengkap rasanya ke Maek jikalau belum mengunjungi Bukit Posuak” begitu.
Sekembalinya dari Lurah panjang, saya singgah di beberapa pemondokan Kafilah menceritakan kepada kawan tentang olahraga pagi ke Bukit Posuak tadi. Tidak ada seorangpun yang berminat dan berencana nampaknya untuk pergi ke Bukit Posuak karena kesibukan mengurus Kafilah dan mengikuti Musabaqah.
Pada siang Sabtu (29/10) itu setelah bertugas, saya melanjutkan lagi berkeliling ke jorong-jorong lain seperti ke Koto Tinggi, arah ke Nenan, balik lagi ke Bungo Tanjuang, Koto Gadang, Sopan Tanah, kemudian balik lagi ke Bungo Tanjuang, Aur Duri, Ampang Gadang mengunjungi bukit Tungkua, lokasi-lokasi Menhir dan ke tempat-tempat pemondokan Kafilah mengumpulkan informasi yang akan diramu menjadi berita serba-serbi Maek dikala pelaksanaan MTQ. Sepanjang jalan, setiap bertemu dengan orang selalu terlintas dalam hati saya mencari kawan untuk kembali lagi berangkat esok paginya ke Bukit Posuak. Namun sampai larut malam saya tidak juga menemukan seorang pun yang bisa diajak untuk berolahraga ke sana.

Hari ini adalah hari terakhir kita di Maek, dimana tengah hari nanti pada pukul 10.00 Wib. akan dilakukan penutupan acara MTQ oleh bapak Bupati kabupaten Lima Puluh Kota Ir. Irfendi Arbi, M.P. Sempat juga terfikir oleh saya bahwa jika berangkat ke Bukit Posuak setelah acara penutupan MTQ, bisa jadi semangat saya sudah hilang karena terbawa arus para kafilah yang kembali pulang ke daerah asal masing-masing. Mustahil Bukit Posuak bisa dijelang lagi, pasti penasaran juga akhirnya sampai kembali pulang ke kampung halaman, entah kapan bisa kembali lagi ke sini.
Dengan keterbatasan waktu dan dengan bekal tambahan informasi dari pemuda mengenai arah jalan ke Bukit Posuak subuh itu pukul 06.00 WIB saya berangkat lagi ke bukik Posuak kali keduanya dengan sepeda motor Honda Supra X 125. Jika kemaren saya mengambil jalan kiri dari rumah terakhir di Palansingan, sekarang saya mengambil jalan kanan dan terus ke atas menyusuri padang Ransam. Motor saya parkir di sebalah kanan jalan setapak dalam sebuah lahan. Dari situ saya melihat Bukit Posuak sudah semakin dekat. Di sana saya mematut-matut jalan, mungkin yang lurus keatas inilah jalannya. Saya ingat kata Jefri seorang teman dari Maek siswa kelas XI SMAN 2 Bukit Barisan, ia mengatakan bahwa jalan itu lurus terus ke atas dan nanti kita masuk ke bukit Posuak itu dari arah belakangnya, bukan dari depannya.
Tapi entah mengapa, setelah mematut-matut lubang Bukik Posuak itu, saya serasa diajak untuk melewati jalan yang di sebelah kiri. Dengan melompati anak air dan berlari-lari kecil menelusuri jalan setapak, kemudian sampailah saya di ladang Gambir dan kemudian menemukan jalan buntu. Astaghfirullah.. wa la ilaa ha illallah… demikian ucapan di bibir saya senantiasa berzikir memohon pertolongan Allah dari marabahaya. Kadang-kadang saya berucap Subhanallah walhadulillah ketika memandang indahnya lekuk-lekuk nagari Maek dari ketinggian itu, sungguh luar biasa. Antara cemas dan takjub saya terus berzikir memuji Allah SWT.
Bersambung ke:
0 Komentar
Silahkan tinggalkan komentar anda setelah membaca blog ini dengan bahasa yang sopan dan lugas.