KISAH DIBALIK MUSIBAH JATUHNYA SAYA DI BUKIK POSUAK MAEK BAGIAN III

Saya tidur dalam posisi tertelentang di atas jalan tanah berkerekel selebar 1 meter di tepi dinding tebing, ada bagian jalan itu yang sempit dan ada pula yang lebih lapang. Kata masyarakat, itu adalah jalan Kambing Hutan.

Terdengar bunyi nada dering bertanda SMS Masuk dari HP Android Mito A15 di dalam saku. Segera saya keluarkan Handphone keduanya dari saku celana. Ada satu sms dari Sa'adah santriwati kelas IV Khusus Ponpes MTI Canduang yang berasal dari nagari Sungai Rimbang Suliki. Ia menanyakan apakah nanti malam saya bisa bertemu dengan mereka yang tergabung ke dalam kelompok multimedia di Ponpes MTI Canduang. Seminggu yang lalu saya sempat satu kali memandu mereka membuat film trial untuk ikut perlombaan yang bertema "cinta-cita santri" yang diadakan oleh MUI Pusat, batas akhir mengirim karyanya adalah pada tanggal 31 Oktober 2016. Langsung saya balas sms Sa'adah mengabarkan bahwa saya tidak bisa hadir nanti malam karena sekarang saya kecelakaan baru jatuh dari tebing batu bukit Posuak Maek. Kepada Sa'adah saya kabarkan bahwa sekarang pinggang dan punggung saya terasa sangat sakit dan tidak bisa digerakkan lagi, sekarang saya lagi istirahat di bawah tebing.

Dengan tetap tenang dan senantiasa ingat kepada Allah SWT, saya ambil Handphone Nokia membuat paket telpon lalu menghubungi bapak Nato Putra mengatakan bahwa saya baru saja jatuh dari tebing, tidak bisa bergerak duduk dan mohon bantuannya untuk menjemput saya. Kemudian saya telphon lagi Bapak Editiawarman anggota Damkar regu Suliki dan juga penyiar Radio Total FM mengabarkan bahwa saya jatuh dari tebing Bukit Posuak. Setelah itu saya telphon lagi Bapak Budi Mulya di Tanjung Pati.

Kemudian saya kabari juga Buya Busra Khatib Alam ketua DPD Front Pembela Islam Sumatera Barat di Bukittinggi mengabari bahwa saya ditimpa musibah jatuh di tebing bukik posuak. Rencananya pada tanggal 1 November 2016 (2 hari setelah itu) saya bersama Laskar Front Pembela Islam Sumatera Barat akan berangkat ke Jakarta mengikuti demonstrasi penistaan Agama yang digelar pada hari Jum’at, 4 November 2016. Dengan pemberitahuan itu saya berharap mudah-mudahan ustazd-ustazd di FPI maklum bila nanti saya tidak jadi ikut berangkat demonstrasi ke Jakarta. Kepada Buya Busra Khatib Alam saya mengabarkan bahwa saya sudah menelpon kawan di Maek untuk minta bantuan dan sekarang mereka sedang berjalan menuju bukik Posuak, beliau berkirim do'a untuk keselamatan saya.

Kemudian masuk lagi telephone dari bapak Nato Putra mengabarkan bahwa ia sudah berjalan bersama petugas medis dengan ambulance menuju lokasi saya jatuh. “Malin ada terdengar suara ambulance? Itu kami, kami sudah menuju ke sana” kata bapak Nato Putra. Kepadanya saya minta bantuan untuk dibawakan air minum dan makanan, saya sedang dalam kehausan dan kelaparan, sejak pagi tadi belum makan.

Dari situ informasi terus menyebar dan banyaklah telpon masuk ke nomor Handphone saya dari Petugas medis, BPBD, Kepolisian, pantia MTQ, Kemenag, teman dan keluarga. Semuanya menyarankan supaya saya menghemat batrai Handphone dan istirahat saja menyimpan tenaga, bila ada orang bersorak memanggil, maka siapkan energi untuk menjawabnya. "Baiklah pak" jawab saya.

Sedikit demi sedikit, saya geser pinggang dan badan mencoba duduk, namun tidak juga bisa, saya coba menggulingkan badan ke kiri supaya lebih dekat ke dinding tebing, eh.. hp Nokia tadi menggelinding jatuh ke dalam lurah dan nyangkut di semak-semak. Dari atas saya masih bisa mendengar Hp itu terus berbunyi bertanda panggilan masuk, namun saya tidak bisa mengambilnya.

Saya geser lagi badan hingga ke tebing batu, di sini sudah agak lumayan nyaman rasanya. Lalu saya keluarkan Handphone Mito A15 memeriksa pulsa, ternyata pulsanya tinggal beberapa ribu rupiah saja. Kemudian saya telpon istri memakai nomor itu. meminta diisikan pulsa Simpati 20, istri  menanyakan keadaan saya, kepadanya saya katakan bahwa sekarang saya masih istirahat di tebing itu. Rupanya istri sudah tahu kalau saya kecelakaan. Katanya tadi Papa (mertua laki-laki) ditelpon bidan Erika Mardiana petugas medis yang piket hari itu di posko MTQ. Erika Mardiana adalah kemenakan mertua laki-laki saya, ia mengabarkan bahwa saya jatuh di Bukik Posuak, lalu papa menyuruh istri saya untuk mencari mobil berangkat ke Maek untuk menjemput saya. Kepada istri saya katakan bahwa saya tidak apa-apa, hanya kelelahan saja, dan saya belum bisa berdiri karena pinggang dan punggung terhempas disambut pangkal pohon. Istri ingin menjemput saya ke Maek namun saya melarang, tunggu di Suliki saja, karena sekarang bantuan Medis sedang menuju ke sini menjemput saya. Saya kabarkan juga bahwa handphone Nokia saya jatuh ke dalam lurah dan hanya tinggal Hp yang ini saja, saya akan menghemat batrai, hanya melayani sms saja. Kepada istri  saya meminta nomor handphone bapak Nato Putra.

Setelah membuat paket telpon lalu saya telpon bapak Nato Putra mengabarkan bahwa "Handphone saya yang satu lagi jatuh ke lembah, nanti kalau mau nelpon, telpon saja ke nomor ini" kata saya. Setelah itu saya menelphon direktur Radio Total FM ibu Yessi Suardi mengatakan bahwa handphone saya yang satu lagi jatuh, tolong kabari Abang ya bu bahwa sekarang nomor inilah yang ada pada saya. Setelah itu, banyaklah telpon masuk ke nomor saya yang satu ini, dari teman, sahabat, keluarga, Polisi, BPBD, jorong, nagari, bapak Camat Bukit Barisan Rahmad Hidayat, dari Bupati Kabupaten Limapuluh Kota Ir. Irfendi Arbi, M.P. Mereka menyarankan supaya saya tenang, menghemat energi, cari posisi yang nyaman dan tunggu aja terus di situ sampai bantuan datang.

Dari bawah sudah kedengaran bunyi beberapa sepeda motor menuju ke atas, saya tenang saja menunggu disitu sambil membalas sms-sms yang masuk. Memandang lurus keatas, saya patut-patuti terus pohon tempat saya jatuh tadi. Saya berucap istighfar menyesali semuanya. "Mengapa saya tadi ke sini ya, mengapa saya tidak istirahat saja tadi di situ dulu menghemat energi kemudian baru turun ke bawah, mengapa dan mengapa lainnya terus datang menggeranyang dalam pikiran saya. Saya teramat sedih menyesali diri teringat anak dan istri tanggungan yang akan saya carikan nafkah. Entah berapa lama nantinya saya berhenti bekerja jadinya, ya Allah betapa banyaknya orang nantinya yang akan saya repotkan. Astaghfirullah.... Astaghfirullah.... saya terus beristighfar, sambil menggenggam sepotong kayu lapuk yang ada di dekat saya. Takutnya nanti ada binatang buas lewat, sedangkan saya tidak punya senjata.

Masuk telpon dari rombongan yang mencari, saya kira itu dari anggota Polisi menanyakan bagaimana kondisi dan dimana posisi saya. Susah juga saya menerangkan dimana posisi persis saat itu. Saya hanya memberi gambaran globalnya saja "bila bapak melihat ke arah nagari Maek, maka posisi saya adalah di tebing sebelah kanan, sekira 500 meter dari Posuak. Ada yang menyarankan supaya saya membuat asap. Saya tidak bisa melakukannya karena saya tidak membawa korek api sama sekali. Ada juga saya coba memiringkan badan menggesek-gesek kayu supaya terbit api, hal itu tidak juga bisa karena kayunya dingin dan saya tidak banyak punya cadangan tenaga untuk menggeseknya. Saya coba pula memukul-mukul dua batu, tetap saja tidak bisa mengeluarkan api. Selain karena tekniknya saya tidak bisa, energi yang saya punya juga tidak mencukupi untuk melakukannya.

Lama saya terbaring disana menunggu regu pencari. Posisi mereka sudah dekat dari saya namun tidak juga kunjung bertemu. Mereka berkuai memanggil keras-keras. saya dengar dan saya jawab. Saya memang mendengar suara mereka, namun mereka tidak mendengar suara saya sama sekali. Sekitar pukul 14.00 Wib. regu pemuda menghampiri saya, lalu saya bersorak, Oi.......... Malin alah basuo, iko nyo ha... Iko nyo ha....". Lalu mereka menyahut, "maa nyo, maa nyo Malin tu". "Iko nyo ha.. di tapi tabiang" jawab saya. Para pemuda segera menghampiri dan melihat kondisi saya. Mereka ada 5 orang, kalau tidak salah nama mereka adalah Halim, Zebi, Farhan, Alpin dan Nandi. Saya perkenalkan diri kepada mereka bahwa nama saya adalah Malin Parmato jurnalis Radio yang meliput kegiatan MTQ di Maek dan seterusnya saya minta kesedian mereka mengambil HP saya yang jatuh ke dalam lurah. Kepada Zebi saya meminta untuk direkam Video saya memberi pernyataan atas peristiwa jatuhnya saya itu. Saya jatuh pukul 09.30 WIb dan ditemukan pada pukul 14.00 Wib. berarti ada 4.5 jam terbaring sendiri di sana.

Kemudian saya menunaikan shalat Zuhur dengan bertayamum dan gerakan isyarat dalam keadaan berbaring, demikian juga ketika shalat Ashar. Farhan juga mengikuti saya shalat dengan Tayamum karena disana memang tidak ditemukan air sama sekali untuk berwudhuk.

Menjelang magrib petugas medis datang bidan Erika Mardiana berhasil sampai di lokasi tempat saya jatuh. Bersamaan dengan itu menyusul pula dua orang anggota Polisi. Sampai magrib itu berarti sudah 9 jam saya terbaring disana. Sampai saat itu belum banyak yang bisa dilakukan regu penolong terhadap saya karena keterbatasan alat dan akomodasi. Lalu pemuda membuat perapian dan bidan Erika Mardiana memeriksa luka-luka dan menyelimuti saya dengan kain sarung kemudian memberi motivasi untuk membuang fikiran-fikiran negarif, rileks dan istirahat saja.

Tidak lama kemudian datang pula kepala Jorong Koto Gadang Agustar, salah seorang niniak-mamak Sopan Tanah Pondri Noza Datuak Sutan Nan Panjang dan beberapa orang lainnya membawa kain sarung, nasi, minuman dan tas yang berisi obat-obatan. Kita semua makan dan minum di sana. Bidan Erika Mardiana menyuapi saya makan dan memberi obat. Setelah itu saya shalat magrib dengan bertayamum dan gerak isyarat lagi sambil berbaring.

Tiba-tiba suasana terasa hangat dengan sebuah lelucon yang diceritakan oleh Pondri Noza Datuak Sutan Nan Panjang.

Bersambung ke:

Posting Komentar

0 Komentar