Masuk satu sms dari salah seoarang adik saya Andrial Putra yaitu salah seorang kafilah kecamatan Bukit Barisan asal dari nagari Baruah Gunuang yang ikut dalam cabang MMIQ (Musabaqah Menulis kanduangan Isi al-Qur'an). Kemaren ia sempat saya ajak maraton pagi ke Bukik Posuak namun ia tidak memberi kepastian karena kesibukan musabaqah. Namun pagi itu rupanya ia jadi pergi dan mengabarkan bahwa ketika itu ia bersama dua orang kafilah lainnya sedang jalan ke Bukit Posuak. Andrial bertanya dimana posisi keberadaan saya. Saya menjawab bahwa ketika itu saya sudah di punggung bukit, dan menyarankan kepada mereka “ bila nanti sudah menemukan motor saya, jalan terus lurus keatas, sedangkan saya sekarang menempuh jalan melompati anak air ke arah sebelah kiri. Jalan yang saya tempuh ini salah, saya kira yang benar itu adalah jalan yang terus lurus ke atas itu. Andrial putra membalas bahwa ia akan mengikuti petunjuk yang saya berikan.
Penelusuran saya lanjutkan mengikuti punggung bukit itu hingga menemukan bekas jalan lama zaman dahulunya yang beradal dari arah Lurah Panjang. Saya ikuti terus jalan itu sampai terbentur di tebing bukit batu. Saya merasa jalan yang aman adalah punggung bukit ini lah, di kiri dan kanannya hutan lebat serta jurang yang dalam. Lalu tebing itu saya daki terus menuju ke puncak. Sudah lama rasanya kaki ini berjalan namun lubang Posuak tidak juga bertemu, air putih kemasan gelas yang saya bawa tadi sudah habis semuanya. Ingin rasanya kembali lagi ke belakang, tetapi bayangan Bukit Posuak serasa semakin dekat, enggan juga rasanya untuk kembali ke jalan awal. Dari puncak bukit itu nampak pemandangan luar biasa, nun di seberang sana di arah Gunung Malintang ada hutan perawan yang konon kabarnya di hutan itu orang-orang mencari getah Gaharu. Di sana berdiri bukit batu yang begitu besar, bulat slinder dan kokoh yang dikelilingi oleh perbukitan batu lainnya dengan jurang cukam, entah serasa dimana kita kala itu.
Terdengar bunyi handphone di dalam saku saya, ada telpon dari bapak Nato Putra, beliau adalah sahabat saya dari Guntuang. Ketika itu bapak Nato Putra mengabarkan bahwa ia sudah berada di lokasi mimbar utama tempat acara penutupan MTQ dan menanyakan keberadaan saya. Saya mengabarkan bahwa ketika itu saya masih berada di Bukik Posuak dan akan segera turun ke bawah.
Perjalanan saya teruskan hingga habis ke ujung puncak bukit itu, saya tertegun melihat jurang di depan saya, perjalanan tidak bisa diteruskan lagi, lalu berhenti di sana. Di ujung itu saya menemukan tempat yang agak lapang ditumbuhi rerumputan dan nyaman, saya berselonjor duduk di sana beristirahat menenangkan diri membaca Surah Alfatihah, Surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas serta ayat Qursi berulang-ulang. Setelah beberapa menit, lalu bangkit berdiri memutar pandangan berkeliling, berzikir memuji ciptaan Allah, sungguh indah mempesona, nampak dari sana nagari Maek di lekuk kuali, nampak pula di seberang sana perbukitan Gunung Malintang Kapur IX. Subhanallah indahnya.
Tapi sayang ketika itu saya tidak membawa kamera untuk mengabadikannya. Bila ketika itu saya sempat memotretnya, bisa jadi photo-photo itu akan menjadi kekayaan baru view nagari Maek di dunia maya. Di kantong saya memang ada HP Android Mito A15, namun kameranya tidak berfungsi dengan baik untuk merekam gambar. Tapi tak apa, biarlah hal ini untuk dipandang saja memuji ciptaan Allah SWT dimana betapa tidak berharganya kita ketika itu bila dihadapkan kepada pencipta Alam Semesta.
Kemudian masuk lagi sms dari Andrial Putra mengabarkan bahwa ia tidak jadi sampai di Posuak dan sedang berjalan kembali ke bawah menuju pemondokan kafilah. "Silahkan Andrial duluan ke bawah" kata saya, dan mengabarkan kepadanya bahwa saya sekarang sedang di puncak bukit, sebentar lagi jalan ke bawah.
Terlintas dalam pikiran fikiran saya bahwa alam ini dihuni oleh makhluk kasar dan makhluk halus. Makhluk halus mendiami tempat-tempat yang tidak dihuni manusia. Bisa jadi ketika itu saya sedang berada di perkampungan mereka dan sedang berada di tengah-tengah mereka. Lalu saya kembali duduk bersila, mengucapkan "Assalaamu'alaikum ya Ahliddaar. (Keselamatan untukmu wahai penduduk kampung ini)" dengan khusuk saya beristighfar memohon ampun kepada Allah, kemudian membaca syahadat beberapa kali, lalu dilanjutkan dengan shalawat kepada Nabi, membaca surah Alfatihah, surah Al-Ikhlas, Surah Al-Falaq, Surah An-Nas, Ayat Qursi dan membaca Subhanallah walhamdulillah walaa ilaaha illallah Allahu Akbar berulang kali. Kemudian berdiri beranjak mau pergi kembali ke bawah.
Saya berusaha melihat ke bawah mengira-ngira dimana letaknya Posuak, rupanya lubang Bukit tembus itu tepat berada beberapa puluh meter dibawah kaki saya. Dinding batu itu begitu curam tidak mungkin saya turun disana. Lalu saya berdiri kembali ke belakang hendak kembali pulang. Dari lapangan bola kaki jorong Ronah sudah terdengar bunyi musik gambus memeriahkan suasana menjelang penutupan acara MTQ. Dari layar Handphone terlihat ketika itu sudah menunjukkan pukul 09.00 Wib. Satu jam lagi acara penutupan MTQ akan digelar, saya fikir pendengar radio Total FM 93.1 MHz Tanjung Pati pasti sudah menanti-nantikan pengumuman pemenang, sesiapa juara pemuncak-pemuncaknya.
Langkah kaki saya percepat, tetapi rupanya jalan yang saya tempuh itu begitu sulit, mungkin akan memakan waktu lama untuk sampai di bawah agaknya. Daripada menempuh jalur itu lagi, lalu saya memutuskan untuk membuat jalan baru turun ke bawah. Ketika itu saya turuni dinding batu puncak Bukit itu lurus ke bawah, dengan harapan supaya cepat sampai di lokasi acara. Dan rasanya dari sana saya bisa melihat dari jauh jalan umum yang biasa ditempuh orang banyak ketika menuju Bukit Posuak di seberang lembah sana, saya berencana akan melewati jalan itu untuk turun menuju ke jorong Sopan Tanah.
Saya agak khawatir bila dibawa orang bunian atau dilarikan Hantu Aru-aru, tidak henti-hentinya mulut ini membaca surat-surat al-Qur’an meruqiyah diri sendiri. Beberapa meter menuruni dinding bukit itu langkah tergesa-gesa saya mengejutkan lebah Sayak, serentak lebah itu mengerumuni menyerang saya. Ingat kepada Allah, dengan tenang tampa bergerak sama sekali, saya tahan nafas membaca al-Fatihah, Qul yang tiga dan ayat Qursi, beberapa menit kemudian secara perlahan lebah itu kembali ke sarangnya. Stamina saya mulai drop terkena sengatan tiga ekor lebah di kepala dan leher. Dengan membaca Al-Fatihah bekas gigitan lebah itu saya usap perlahan-lahan dengan air ludah. Pelan-pelan saya cari tempat yang lebih aman agak ke bawah, lau duduk beristirahat disana, badan semakin lemah, haus, lapar, belum sarapan sejak dari bangun tidur tadi ditambah lagi disengat lebah, hal itu terasa begitu menguras tenaga. Di layar Handphone sudah menunjukkan pukul 09.15 Wib. Kemudian masuk lagi telpon dari bapak Nato Putra menanyakan keberadaan saya, dan saya mengatakan bahwa ketika itu saya masih di Bukik Posuak sedang berjalan menuju ke bawah. Handphone saya masukkan lagi ke saku celana.
Tidak ada jalan lain selain harus terus membuat jalan baru terus ke bawah, bila naik balik lagi ke atas Lebah Sayak telah menanti, hanya terus berjalan ke bawahlah harapan satu-satunya. Pelan-pelan saya terus menuruni dinding bukit itu berpegang pada pohon-pohon kecil yang tumbuh di lereng itu. Tinggal beberapa meter lagi, dibawah sudah kelihatan seperti ada jalan di sana. Mulut tidak berhenti-hentinya berzikir, mebaca Qul yang tiga dan ayat Qursi. Tinggal sedikit lagi akan sampai di jalan itu, namun tangan dan kaki sudah kram, hingga lepaslah pegangan di dahan pohon dan terjatuhlah saya dengan posisi tertelentang dengan punggung terhempas terlebih dahulu disambut dua pangkal pohon sebesar termos air. Masyaallah sakitnya luar biasa, sehingga bernafas terasa begitu sempit.
Allahu akbar…….. allahu akbar……….. saya berzikir meringis kesakitan, pinggang dan punggung terasa mau rengkah, kedua paha kram tidak bisa digerakkan, namun tumit dan jari-hari kaki masih bisa diputar-putar. Sekira tiga menitan, saya meringis berzikir membaca Allahu Akbar kemudian beristighfar membaca Astaghfirullahal ‘Azdhim. Disitu saya merasakan pinggang dan punggung begitu sakit luar biasa. Tidak bisa digerakkan untuk duduk apalagi dibawa berdiri. Lalu saya pandangi langit tempat jatuh seraya beristighfar berulang-ulang merasa ngeri terbam dari tebing setinggi 6 meter itu.
Badan belum bisa digerakkan, saya coba mengatur nafas, menenangkan diri dan terus berzikir membaca Astaghfirullahal Adzim minta ampun kepada Allah SWT. Perlahan-lahan saya coba duduk, namun gagal, tidak bisa, terasa begitu sakit dan nyeri di pinggang dan punggung. Dengan posisi tetap tertelentang saya coba geser pinggang dan punggung pelan-pelan ke tanah. Serta-merta nampaklah oleh saya lurah dalam dibawah pohon yang menyangga tadi. Kontan mulut berucap syukur Alhamdulillah ya Rabb.. untung disambut pohon, kalau tidak mungkin entah berapa puluh meter jatuh ke dalam lurah. Tidak henti-hentinya saya berucap syukur memuji Allah atas ini semua. Tadinya saya beristighfar berkali-kali karena jatuh 6 meter ke bawah, namun sekarang berubah membaca Alhamdulillah bertanda syukur karena disambut pangkal pohon sehingga tidak jadi sampai jatuh ke dalam lurah.
Bersambung ke:
0 Komentar
Silahkan tinggalkan komentar anda setelah membaca blog ini dengan bahasa yang sopan dan lugas.