BULETIN JUM'AT TAHUN 2 EDISI 7 - VALENTINE'S DAY TIDAK SESUAI DENGAN BUDAYA MINANG

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ. و الصلاة والسلام على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه ومن والاه

Mengamati fenomena di berbagai tempat di nagari-nagari Minangkabau, mungkin kita pernah nampak pemandangan yang sangat menjanggal dipandang mata.

Diantaranya, gadis dan bujang yang bukan mahram santai saja berjalan berdua-duan jalan kaki ataupun berkendaraan tanpa malu. Entengnya mereka hilir-mudik berboncengan kendaraan bermotor tidak mengalakson menyapa kiri dan kanan. Perempuan nampak berkerudung, tetapi tidak menutup aurat. Sedangkan laki-laki, ia jantan tetapi memakai anting seperti wanita.

Jika kedapatan, mungkin saja orang tuanya malu dan sianak lari terbirit-birit mencari tempat sembunyi. Itu terjadi di nagari-nagari yang beradat, dimana masih banyak orang yang peduli dengan nilai-nilai kesopatan, hukum adat, dan syari’ah.

Bagaimana dengan di kota-kota, seperti di pasar, di terminal, di tempat-tempat wisata. Bahkan di rumah-rumah kos, di lokal kosong kampus tempat mereka menimba ilmu. Bagaimanakah perasaan kita?  Adakah sedih dan prihatin dengan keadaan keterpurukan akhlak mereka? Kalau memang demikian, apakah yang telah kita lakukan untuk memperbaikinya?

Adakah kita menegur mereka? Adakah kita melarang mereka? Adakah kita menasehati mereka? Mudah-mudahan kita termasuk orang yang mengamalkan sunnah Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadis dikatakan:

Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka hendaknya dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya, sesungguhnya itulah selemah-lemah iman.’(HR. Muslim).

Hadits ini menunjukkan bila nampak kemungkaran, maka rubahlah dengan kekuasaan yang kita punya, sebagai pemimpinkah atau dengan status sosial yang kita memiliki di dalam masyarakat maupun di keluarga. Inilah orang yang paling kuat imannya. Bila kita hanya kuat untuk bicara, maka nasehatilah langsung atau kadukan kepada yang berwenang. Ini lebih lemah lagi Imannya. Yang paling lemah imannya adalah orang yang hanya mampu membenci saja di dalam hati. Dan bila tidak melakukan apa-apa, itu tidak beriman namanya.

Tergolong ke dalam kategori manakah kita? Mudah-mudahan kita termasuk orang yang paling kuat imannya. Amin.... !

Saudara kaum Muslimin…! Di minggu ke-2 bulan Februari ini, sesekali cobalah teliti Mall atau Supermarket besar, atau bisa juga iklan televisi dan situs-situs website. Dimana interiornya lebih didominasi oleh warna pink dan biru muda. Ada juga yang berbentuk pita, bantal berbentuk hati, boneka beruang, rangkaian bunga, coklat dan lain sebagainya.Apa sih maksudnya?

Sebabnya adalah karena pada tanggal 14 Februari anak-anak muda “error” di berbagai belahan dunia merayakan “Hari Kasih Sayang” atau yang mereka namakan Valentine Day. Perayaan ini baru ditemukan beberapa tahun belakangan ini di masyarakat Minang, yang dibawa melalui media informasi baik elektronik, internet maupun cetak ke negeri kita.

Walaupun masyarakat Minang dikenal terbuka dengan budaya luar, namun karakter nenekmoyang kita sangat teguh memegang Adat. Sedangkan orang lain yang tinggal secara adat di Minangkabau harus kita terima, dihormati dan dijaga. Namun keyakinan tidak bisa di ubah-ubah.

‘Valentine Day, Natal, Happy New Year, April MoB, Hallowen: So What?” itu adalah judul buku yang ditulis oleh Rizki Ridyasmara, terbitan Pustaka Alkautsar, 2005. Disini dikupas tentang sejarah Valentine Day secara detil. Inilah kutipannya:

Asal perayaan Hari Valentine ini adalah dari kisah pendeta Santo Valentinus yang hidup pada masa Kaisar Claudius II, Ia kemudian menemui ajalnya pada tanggal 14 Februari 269 M. Jika kita telisik lebih jauh lagi ke dalam tradisi paganisme (penyembah dewa-dewi) Romawi Kuno, Valentine day adalah perayaan yang dipenuhi dengan legenda, mitos, dan penyembahan berhala.

Menurut pandangan tradisi Roma Kuno, pada pertengahan bulan Februari dikenal sebagai periode cinta dan kesuburan. Dalam tarikh kalender Athena kuno, periode antara pertengahan Januari dengan pertengahan Februari disebut sebagai bulan Gamelion, yang dipersembahkan kepada pernikahan suci Dewa Zeus dan Hera. Di Roma kuno, 15 Februari dikenal sebagai hari raya Lupercalia, nama salah satu dewa bernama Lupercus, sang dewa kesuburan. Dewa ini digambarkan sebagai laki-laki yang setengah telanjang dan berpakaian kulit

Kambing. Setiap tanggal 14 atau 15 Pebruari, para pendeta akan melakukan ritual penyembahan kepada Dewa Lupercus dengan mempersembahkan korban berupa kambing kepada sang dewa.

Setelah itu mereka minum anggur dan akan lari-lari di jalan-jalan dalam kota Roma sambil membawa potongan-potongan kulit domba dan menyentuh siapa pun yang mereka jumpai. Para perempuan muda akan berebut disentuh kulit kambing itu, mereka yakin bahwa hal itu bisa membawa kesuburan bagi mereka.

Perayaan Lupercalia adalah rangkaian upacara pensucian di masa Romawi Kuno yang berlangsung antara tanggal 13-18 Februari, di mana pada tanggal 15 Februari mencapai puncaknya. Dua hari pertama (13-14 Februari), persembahan dilakukan untuk dewi cinta mereka (Queen of Feverish Love) bernama Juno Februata. Pada hari ini, para pemuda berkumpul dan mengundi nama-nama gadis di dalam sebuah kotak. Lalu setiap pemuda dipersilakan mengambil nama secara acak. Gadis yang namanya ke luar harus bersedia menjadi kekasihnya selama setahun penuh untuk bercinta, bersenang-senang dan menjadi obyek hiburan sang pemuda yang memilihnya.

Keesokan harinya, 15 Februari, mereka ke kuil untuk meminta perlindungan Dewa Lupercalia dari gangguan Serigala. Selama upacara ini, para lelaki muda melecut gadis-gadis dengan kulit binatang. Para perempuan itu berebutan untuk bisa mendapat lecutan karena menganggap bahwa kian banyak mendapat lecutan maka mereka akan bertambah cantik dan subur.

Ketika agama Kristen Katolik masuk Roma, mereka mengadopsi upacara Paganisme ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani. Antara lain mereka mengganti nama-nama gadis dengan nama-nama Paus atau Pastor. Di antara pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I.

Agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati Santo Valentine yang kebetulan meninggal pada tanggal 14 Februari.

Tentang siapa sesungguhnya Santo Valentinus sendiri, para sejarawan Kristen masih berbeda pendapat. Sekurangnya ada tiga nama Valentine yang disinyalir meninggal pada 14 Februari. Seorang di antaranya dilukiskan sebagai orang yang mati pada masa Romawi. Namun ini pun tidak pernah ada penjelasan detil siapa sesungguhnya Santo Valentine” itu. Tiap sumber berbeda-beda kisahnya. Diantaranya ada yang mengisahkan bahwa:

Kaisar Claudius II menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat di dalam medan peperangan daripada orang yang sudah menikah. Sebab itu kaisar lalu melarang para pemuda yang menjadi tentara untuk menikah. Tindakan kaisar ini mendapat tentangan dari pendeta Santo Valentine. Cecara diam-diam ia menikahkan banyak pemuda hingga ia ketahuan dan ditangkap.  Kaisar Cladius II memutuskan hukuman gantung bagi Santo Valentine. Eksekusi dilakukan pada tanggal 14 Februari 269 M.

Dunsanak kaum Muslimin ! Jalan kito jan dialiah dek urang lalu, cupak jan dipapek dek urang manggaleh, adaik kito ijan sampai dirubah dek urang datang. Jikok adaik mudo yo manangguang rindu, adaik tuo iyo manangguang ragam. Jikok condong salero, jan sampai kamari rabah. Pintehilah sabalun anyuik, salami sabalun tanggalam. Wallahu a’lam bis shawaab.

Ini adalah isi buletin Jum'at CV. Barito Minang Edisi: 07 Tahun II / 23 Rabi’ul Akhir 1436 H / 13 Februari 2015 M

Download Versi JPEG nya:

Posting Komentar

0 Komentar