SEBAB SAYA MENGUNDURKAN DIRI DARI MTI CANDUANG I

Mungkin karena melihat fenomena akhir-akhir ini banyaknya guru yang keluar dari Pondok Pesantren Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang Agam Sumatera Barat, dan mungkin juga karena belum puas dengan jawaban saya, maka sampai sekarang masih banyak rekan-rekan yang bertanya mengenai apa sebabnya saya mengundurkan diri dari MTI Canduang itu pada 2 November 2014 yang lalu. Pertanyaan itu juga ditanyakan kepada saya oleh crew Justic (wartawan pelajar) MTI Canduang pada Jum'at (23/01). Inilah jawabanku mengenai apa sebabnya saya mengundurkan diri.

Sejak tamat dari MTI Canduang pada bulan Juli 2002 lalu, saya sudah berencana untuk mengabdi di almamater itu sampai tamat kuliah. Yaitu sekitar 4 sampai 5 tahun saja. Karena hal itu sudah cukup rasanya untuk membalas jasa guru-guru yang telah mengajariku sampai kelas 7 di Pondok Pesantren yang terletak di kaki sebelah utara gunung Marapi itu.

Bulan Juli 2002 saya diangkat menjadi guru oleh Abuya Amran A. Shamad dan mengajar di kelas 1. 2 bulan setelah itu diangkat menjadi wali kelas lokal I-1. Setahun pertama mengajar, saya menambah ilmu di takhassus MTI Canduang bersama guru-guru yang lain.

Setelah setahun belajar, kemudian pada tahun 2003 mendaftar sebagai mahasiswa di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah STIT Ahlussunnah Bukittinggi dengan jadwal kuliah sore hari. Jadi, pagi mengajar di MTI Canduang dan sorenya kuliah.

Kuliah mandiri tanpa bantuan keuangan dari orangtua memang sangat sulit. Dengan tertatih-tatih akhirnya bulan Juni 2007 selesai juga semua mata kuliah dan ikut seminar proposal skripsi. Dipertengahan usaha menulis skripsi, saya merasa sangat berat karena tidak memiliki fasilitas yang cukup. Ketika itu saya butuh komputer, printer dan kendaraan bermotor. Sedangkan ketika itu saya tidak punya. Jangankan itu, uang belanja saja sering tekor karena honorarium di MTI Canduang hanya cukup untuk membeli beras dan sambal saja setiap bulannya.

Menurut perhitunganku, ketika itu saya sudah harus keluar dari MTI Canduang, karena limit waktu yang ditentukan sudah habis, yaitu 5 tahun dan ingin merambah kebidang yang lainnya lagi. Dengan pertimbangan panjang, maka saya putuskan untuk mengundurkan diri dari MTI Caanduang dan berangkat ke Solok bersama 2 orang Buya untuk mengurus usaha penyulihan minyak atsiri.

Ketika itu saya optimis, bila penyulingan ini berhasil insyaallah saya akan punya uang untuk penyelesaian skripsi. Rencana disitu hanya beberap bulan saja sampai menghasilkan dan balik lagi ke Agam.

Rupanya di Solok, kita tidak hanya mengurus penyulingan minyak atsiri, namun juga mendirikan pondok pesantren. Habislah waktu 3 bulan mengurus pendirian pesantren, sedangkan uang yang diharapkan belum juga dapat.

Orang tua saya marah, dan menyuruh saya pulang kampung saja ke Sumaniak Batusangkar. Hanya 3 bulan disana dan akhirnya saya pulang ke Sumaniak dan kembali lagi ke rumah kontrakan di Canduang yang ketika itu ditempati adik dan kemenakan yang sedang belajar di MTI Canduang.

Sesampai di Canduang saya berniat ingin mencari uang lagi, supaya kuliah selesai. Keinginan untuk mengajar lagi di MTI Canduang sudah hilang, karena sudah cukup rasanya 5 tahun saja disana. Ketika itu saya belum juga mendapatkan pekerjaan. Dalam kondisi seperti itu saya mendapat tawaran dari seorang ustazd untuk melamar menjadi calon guru di SMP Islam yang baru didirikan di Balai Gurah. Akhirnya saya melamar dan ikut bimbingan belajar di bakal SMPI itu bersama 6 kawan lainnya selama hampir 1 tahun. Disana kita belajar bahasa Arab dan tahfidzul qur'an serta ilmu Aqidah dan Syari'ah.

Selama belajar di sana, financial yang saya butuhkan tidak juga dapat sama sekali. Yang membuat saya bertahan di sana hanyalah bimbingan belajar itu. Kemudian pada tahun 2008 saya keluar lagi dari sana dan kembali ke rumah kontrakan yang berada di depan MTI Canduang.

Karena rumah saya berada didepan kampus MTI Canduang, maka untuk mengisi hari, saya menghabiskan waktu di kampus  itu saja, misalnya di perpustakaan, di labor komputer dan kadang-kadang di koperasi.

Mungkin karena pimpinan MTI Canduang tidak mengenali siapa yang pegawai dan siapa yang tidak, ketika itu saya sering disuruh-suruh pimpinan MTI Canduang untuk mengerjakan ini dan itu. Untuk mengisi waktu, tak apa lah sebelum saya mendapatkan pekerjaan. Dan saya juga senang main di kampus itu, karena bisa meminjam komputer untuk mengetik menyelesaikan skripsi.

Karena sudah keseringan seperti itu, guru-guru jadi prihatin dan mendesak kepala tata usaha untuk menerbitkan SK pengangkatan saya sebagai pegawai. Saya tidak mau, karena saya tidak ingin lagi terikat dengan aturan MTI Canduang. Kalau memang butuh tenaga saya, saya siap dan itu hanya free line saja. Tetapi manajemen MTI Canduang tidak mau, dengan alasan "bahwa SK itu hanya untuk melegalkan saya mendapat gaji dari MTI Canduang, sebagai apakah saya mereka sebut kalau tidak ada SKnya". Sebenarnya saya merasa keberatan dan kepada pimpinan MTI saya mengusulkan supaya saya hanya menjadi tenaga harian lepas saja. Namun karena di MTI Canduang tidak ada istilah seperti itu, maka saya tidak bisa menolak SK yang menepatkan saya sebagai pegawai bidang Inforkom dan Humas itu.

Sejak itu saya menjalani hari-hari sebagai pegawai di MTI Canduang dengan harapan bisa menyelesaikan kuliah. Namun kenyataannya tidak, setiap hari pekerjaan semakin banyak, beban semakin berat saja namun kuliah tidak juga selesai. Beda dengan guru, jam kerja mereka hanya sebatas jam pelajaran saja, sedangkan saya tidak terbatas. Dan sering mengerjakan tugas pada malam hari.

Semakin hari semakin jauh saja saya dari niat dan tujuan. Kemudian saya putuskan untuk mengundurkan diri lagi. Tetapi hal itu tidak berhasil karena kawan-kawan dan senior meminta saya untuk tetap di sana. Hanya yang menghibur hati ketika itu hanyalah semangat ikhlas beramal untuk memajukan MTI Canduang yang banyak dilanda masalah. Saya berjanji dalam hati akan berkhidmat di almamater ini selama 5 tahun dan setelah itu keluar lagi.

Benar, pada tahun 2013 genap 5 tahun saya menjadi pegawai di MTI Canduang, dan pada bulan Agustus 2013 saya mengajukan surat pengunduran diri lagi. Tetapi tidak diterima oleh Pimpinan MTI Canduang. Saya hanya disarankan untuk mencari tambahan usaha keluar dan di MTI Canduang cukup hanya membatasi diri sebatas jam kerja normal, yaitu dari pukul 07.30 Wib. sampai pukul 14.30 Wib.

Saya tidak puas, karena saya hakikatnya di MTI Canduang bukanlah pegawai, saya bukanlah buruh yang mengerjakan pikiran orang lain. Tetapi saya adalah pengasuh, yang berbuat sesuai visi. Saya keberatan beralih niat menjadi pekerja di MTI Canduang. Ketika itu saya bulatkan juga niat untuk keluar dari MTI Canduang, namun sebelum itu saya cari dulu pekerjaan lain sebagai penopang ekonomi setelah mengundurkan diri.

Ketika itu saya dapat pekerjaan sebagai Satpam di sekretariat salah satu partai dengan jadwal bekerja hanya pada malam hari. Ketika itu saya sedang dilanda masalah besar sehingga tidak terpikirkan lagi untuk keluar dari MTI Canduang. Sampai masalah itu selesai dan disana saya merasa banyak andil orang-orang MTI Canduang untuk menyelesaikan masalah saya baik cara maupun finansial.

Niat saya untuk menyelesaikan kuliah masih sangat tinggi walaupun sudah 7 tahun meninggalkan kampus. Saya bersungguh-sungguh menulis dan terus berkhidmat di MTI Canduang. Ketika itu tujuan saya hanya penyelesaian kuliah sambil berkhidmat di sana. Ternyata tidak juga ada hasilnya, siang-malam pikiran saya terporsir untuk bekerja, sehingga tidak ada space untuk memikirkan kuliah. Kemudian saya putuskan bahwa saya harus segera keluar dari MTI Canduang.

Ternyata itu berhasil, setelah keluar pada 2 November 2014 lalu dengan tertatih-tatih alhamdulillah pihak STIT Ahlussunnah masih meberi kesempatan kepada saya untuk menyelesaikan gelar sarjana, dan pada 9 Januari 2015 lalu saya lulus ujian skripsi dan berhaq menyandang gelar Sarjana Pendidikan Islam. | Fitra yadi

Posting Komentar

3 Komentar

  1. baru-baru ko di sekolah ado lo guru ny yg di fitnah tanpa bukti. Padahal itu sekolah agama, guru ny ma aja akhlak tapi akhlak ny ntah lah. Ba masalah sasamo guru tapi anak didik ny ba sindia2. Lah banyak anak2 tu yg kalua pak gara2 parangai guru ny bantuak urg ndk ta didik. Wak sebagai wali kecewa dengan sekolah iko

    BalasHapus
  2. terimakasih pak/buk atas perhatiannya. Kita juga sepandang dengan bapak/ibu, mungkin pendapat kita sama

    BalasHapus
  3. Tiga Printah Allah pada Nabi Uzair as.

    Diriwayatkan bahwa Allah swt menurunkan wahyu kepada nabi Uzair as. yang berisi tiga perkara.

    "Wahai Uzair :
    1. JIka engkau melakukan dosa kecil, jangan melihat kecilnya dosa itu. Namun lihatlah kepada Dzat yang telah engkau durhakai.

    2. Jika engkau menerima sedikit kebaikan, jangan engkau lihat jumlahnya. Namun, lihatlah kepada Dzat yang telah menganugerahi kebaikan itu.

    3. Jika engkau tertimpa musibah, jangan mengadukan diriKu pada makhluk-Ku, sebagaimana Aku juga tidak mengadukanmu pada para malaikatKu saat keburukanmu mendatangi-Ku"


    Imam Hatim Al Asham betkata:

    "Setiap pagi, setan selalu bertanya kepadaku 3 hal
    1. Apa yg akan engkau makan
    2. Apa yg akan engkau pakai
    3. Dimana tempat tinggalmu

    Akupun menjawab

    1. Yg akan ku makan adalah (pahitnya) kematian
    2. Yg akan ku pakai adalah kain kafan
    3. Tempat tinggalku adalag kuburan.

    Mendengar jawaban itu, setanpun lari menjauhiku."

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan komentar anda setelah membaca blog ini dengan bahasa yang sopan dan lugas.